Jalan Panjang Ziarah Hidup

Jalan Panjang Ziarah Hidup

Jumat, 16 April 2010

TEORI MODERNITAS KONTEMPORER

Pengantar

Tulisan ini merupakan ringkasan dari bab 12 Buku Teori Sosiologi Modern yang ditulis oleh George Ritzer dan Douglas J. Goodman. Secara khusus bab 12 bicara tentang Teori Modernitas Kontemporer. Beberapa bagian yang termuat dalam bab ini adalah: Teorisi Klasik Tentang Modernitas, Modernitas Juggernaut, Masyarakat Beresiko, McDonalisasi dan Alat Konsumsi Baru, Modernitas dan Holocaust, Modernitas; Proyek yang Belum Selesai, Infomalisme dan Masyarakat Jaringan, Teori Globalisasi dan diakhiri dengan Ringkasan. Bagian-bagian ini akan diulas secara ringkas dalam tulisan ini.

1. TEORISI KLASIK TENTANG MODERNITAS.

Kajian tentang modernitas bukan melulu menjadi dominasi para pemikir kontemporer. Beberapa sosiolog besar sebetulnya juga telah memulai dalam analisa-analisa dan kritik terhadap kehidupan masyarakat modern. Beberapa diantaranya adalah Karl Marx. Menurut Marx, modernitas ditentukan oleh ekonomi kapitalis dan mengakui adanya transisi masyarakat dari yang sebelumnya ke masyarakat kapitalisme namun dalam banyak karyanya dia selalu mengkritik system ekonomi kapitalis dan kecacatannya. Selanjutnya Webber. Persoalan utama kehidupan modern adalah perkembangan rasionalisasi formal. Hal ini membuat manusia terpenjara dalam kerangkeng rasionalitas dan tidak mampu mengungkapkan ciri kemanusian yang paling mendasar. Dia menghargai perkembangan rasionalitas, tapi juga care terhadap masalah yang dihadapi oleh rasionalitas. Sedangkan Durkheim, menegaskan bahwa modernitas ditentukan oleh solidaritas organik dan pelemahan kesadaran kolektif. Solidaritas organic memang menghasilkan kebebasan yang lebih besar dan produktivitas yang tinggi, namun juga menghadapi masalah misalnya lemahnya moralitas bersama dan degradasi makna diri dalam hidup modern. Terorisi terahir adalah Simmel. Dia memulai kajiannya tentang modernitas dengan meneliti tentang kota dan ekonomi uang. Menurutnya, kota adalah tempat dimana modernitas dipusatkan atau diintensifkan, sedangkan ekonomi uang menyebabkan penyebaran modernitas dan perluasannya. Dalam bukunya Philosophy of Money yang dikutip oleh Poggy, Simmel mengungkapkan tiga pandangannya. Pertama, modernisasi memberikan keuntungan bagi manusia. Modernisasi memberikan peluang bagi manusia untuk mengungkapkan berbagai potensi yang belum terungkapkan atau tersembunyi pada waktu pramodern. Baginya modernitas adalah “epiphany” atau tanda manifestasi kekuatan intrinsic manusia yang sebelumnya tak terjelmakan. Kedua, pengaruh uang dalam dunia modern sangat besar. Ketiga, salah satu pengaruh negative uang dalam modernitas adalah alienasi. Ini adalah masalah sentral dalam sosiologi Simmel tentang modernitas “tragedy kultur” yaitu melebarnya jurang pemisah antara kultur obyektif dan kultur subyektf atau terhentinya kultur individual dan pesatnya pertumbuhan kultur obyektif.

2. MODERNITAS JUGGERNAUT

Juggernaut (panser raksasa) adalah istilah yang digunakan oleh Anthony Giddens untuk melukiskan kehidupan modern, khususnya tahap kemajuan modernitas. Terminologi “panser raksasa” digunakan untuk menentang pendapat bahwa kita telah memasuki era post modern, meskipun dia tidak menafikan munculnya tipe post modern dimasa depan. Modernitas dalam bentuk panser raksasa ini menurut Giddens, adalah sebuah dunia yang dinamis dan “dunia yang tak terkendali” (runaway world) dengan cakupan dan kedalaman perubahan yang jauh lebih besar dari system sebelumnya. Gagasan panser raksasa ini mengungkapkan tentang sesuatu yang bergerak melalui rentang waktu dan ruang fisik. Berikut kajian lengkap Giddens tentang modernitas.

Modernitas dan Konsekwensinya. Ada 4 institusi yang digunakan Giddens dalam mendefinisikan modernitas. Pertama, Kapitalisme yang nampak dalam produksi komoditi, kepemilikan pribadi atas modal, tenaga kerja tanpa property dan system kelas. Kedua, Industrialisme yang melibatkan yang melibatkan penggunaan sumber daya alam dan mesian untuk memproduksi barang. Ketiga, Kemampuan mengawasi (surveillance capacity) yaitu kemampuan mengawasi pada aktivitas warga individual, khususnya dalam bidang politik. Keempat, kekuatan militer atau pengendalian alat-alat kekerasan. Termasuk disini industri alat-alat perang. Modernitas dalam teori strukturasi menurut Giddens memperoleh dinamismenya dalam tiga aspek penting. Pertama, pemisahan waktu dan ruang atau distanciation. Pemisahan ruang dan waktu ini penting karena memungkinkan tumbuhnya organisasi rasional seperti birokrasi dan negara/bangsa, kehidupan modern ditempatkan dalam pengertian radikal dalam sejarah dunia dan sebagai syarat utama bagi sumber kedua dinamisme dalam modernitas. Kedua, keterlepasan (disembedding). Keterlepasan menyebabkan hubungan social terangkat dari konteks local interaksi ke tingkat yang melintasi ruang dan waktu yang tak terbatas. Ada 2 tipe mekanisme keterlepasan:1). Tanda simbolik; UANG. Dengan uang kita dapat bertransaksi dengan orang yang jauh terpisah dengan kita dalam ruang dan waktu. 2). Sistem keahlian (expert system): yakni sistem kecakapan teknis atau keahlian professional yang mengorganisir bidang materi dan lingkungan social dimana kita hidup, misalnya dokter dan pengacara. Sistem keahlian memberikan jaminan pelaksanaan pekerjaan melintasi ruang dan waktu. Ciri dinamis ketiga: modernitas dalam refleksivitasnya. Artinya ujian terhadap praktek social terus menerus dan diubah berdasarkan informasi yang baru masuk yang paling praktis dan mengubah cirri modernitas. Dalam hidup modern, apa saja terbuka untuk direfleksikan.

Namun demikian, Giddens melihat ada beberapa bahaya yang berkaitan dengan modernitas yang mengancam dan akan menimbulkan ketidakamanan ontologism. Meskipun mekanisme pemisahan memberi keamanan dalam berbagai bidang namun juga menciptakan “profil resiko” tersendiri yang berskala global sepert perang nuklir, perubahan dalam pembagian tenaga kerja diseluruh dunia. Ada pula resiko lain yang berasal dari pengelolaan lingkungan material dan ciptaan institusional resiko lingkungan seperti pasar modal global. Selain itu orang makin menyadari bahwa agama kurang penting. Resiko-resiko inilah yang membuat modernitas seperti panser raksasa lepas kendali yang membuat tidak amal.

Ada beberapa alasan mengapa kita menderita akibat negative dari modernitas. Pertama, karena kesalahan rencana dalam dunia modern. Kedua, kegagalan operatornya. Masalah bukan berasal dari perencana, tapi dari mereka yang menjalankan dunia modern. Selain itu meski menolak pendirian-pendirian yang selalu dikaitkan dengan post-modernisme, Giddens melihat bahwa kehidupan post-modernisme ditandai dengan beberapa hal seperti teratasinya kelangkaan system, makin meningkatnya demokratisasi, demiliterisasi, dan memanusiakan teknologi.

Modernitas dan Identitas. Berhubungan dengan identitas, Giddens mendefinisikan dunia modern sebagai “dunia refleksi yang meluas hingga ke inti diri….kedirian menjadi sebuah proyek refleksif”. Artinya; diri menjadi sesuatu yang direfleksikan, diubah dan dibentuk; tanggung jawab individu bukan hanya pada menciptakan dan memelihara kedirian tetapi mencakup semua hal; diri juga merupakan produk dari eksplorasi dan produk dari hubungan social yang intim. Dalam hidup modern, tubuh ditarik organisasi refleksi kehidupan social. Manusia bukan hanya merencanakan diri tapi juga tubuh. Akibatnya tubuh pun tunduk pada berbagai jenis rezim seperti buku diet, fitness dll yang tak hanya membantu individu membentuk tubuh mereka tapi juga memberikan kontribusi terhadap refleksivitas modernitas pada umumnya.

Intinya: Giddens hendak menegaskan bahwa dunia modern mengakibatkan “keterasingan pengalaman” (sequestration of experience) atau proses yang berkaitan dengan penyembunyian yang memisahkan rutinitas kehidupan sehari-hari dari fenomena sehari-hari seperti kegilaan, kriminalitas, penyakit, kematian dan seksualitas. Ada keterasingan yang terjadi akibat meningkatnya peran system abstrak dalam kehidupan sehari-hari yang pada gilirannya membawa manusia pada resiko mengesampingkan kehidupan social dari masalah eksistensial fundamental yang menimbulkan dilema moral bagi umat manusia. Menurut Giddens, modernitas membawa ancaman pada “ketidakberartian pribadi”. Segala sesuatu yang bernilai telah diasingkan dalam hidup sehari-hari, segala sesuatu yang semula berarti dalam kehidupan, kini telah ditindas. Tetapi semakin tinggi refleksi kedirian, semakin meningkat kemungkinan untuk kembali kepada sesuatu yang ditindas sebelumnya.

Modernitas dan intimasi. Pada bagian ini Giddens mengkaji tentang transfomasi keintiman yang bergerak pada konsep hubungan murni yaitu situasi dimana hubungan social berlangsung demi kepentingan hidup social itu sendiri, demi sesuatu yang bakal didapatkan oleh setiap orang dari meneruskan hubungan dengan orang lain; hubungan itu hanya akan dilanjutkan sejauh diperkirakan oleh kedua belah pihak dapat memberikan kepuasan yang cukup bagi setiap orang yang berhubungan tersebut. Dalam hal keintiman, hubungan murni ditandai oleh komunikasi emosional dengan diri sendiri dan orang lain dalam konteks hubungan seksual dan kesamaan emosinal. Giddens tidak bermaksud mengusulkan kebebasan seksual atau pluralism seksual, tetapi mendesak perubahan moral dan etika yang lebih besar. Emansipasi seksual dapat menjadi perantara dalam mereorganisasi emosional kehidupan social.

3. MASYARAKAT BERESIKO

Modernitas adalah kultur yang beresiko. Bagian ini merupakan uraian lanjutan dari pembahasan sebelumnya mengenai modernitas dan konsekwensi. Modernitas memang mengurangi resiko menyeluruh namun disatu pihak juga memperkenalkan parameter resiko baru yang sebagian besar atau seluruhnya belum dikenal dalam era sebelumnya. Giddens dengan sangat tepat menjelaskan tentang pandangan dari Ulrich Beck tentang Risk Society: Toward a New Modernity. Beck sependapat dengan Giddens bahwa kita masih berada dalam masa modern meskipun dalam bentuk modernitas baru. Masyarakat beresiko merupakan “pintu masuk” post modern, sementara kita masih berada dalam tahap industry yang merupakan “tahap klasik” yang ditandai dengan industry. Masyarakat sekarang belum hidup dalam masyarakat beresiko tapi juga sudah tidak hidup lagi dalam masyarakat industry semata. Artinya kehidupan masyarakat mempunyai kedua unsure tersebut. Modernitas melarutkan masyarakat industry dan melahirkan tipe masyarakat baru. Oleh Beck masyarakat baru ini dinamakan Modernitas Refleksif artinya sebuah proses individualisasi yang membuat agen-agen semakin bebas dari paksaan structural sehingga mampu menciptakan secara refleksif diri mereka dan masyarakat dimana mereka hidup.

Dalam konteks masyarakat beresiko, Beck melihat bahwa bagaimana mencegah resiko, meminimalkannya dan kemudian menyalurkannya. Disini solidaritas bersama ditentukan dengan upaya pencarian tujuan untuk menghindari. Jadi mereka menciptakan resiko, khususnya dari industry dan pengaruh sampingnya yang membahayakan dan mematikan, namun mereka juga mampu mengatasi resiko.

4. McDONALDISASI DAN ALAT KOMSUMSI BARU

Gagasan utama dalam McDonaldisasi adalah rasionalitas formal dan pada fakta bahwa restoran cepat saji mencerminkan paradigm masa kini dari rasionalitas formal. Bagi Ritzer, rasionalitas formal merupakan komponen kunci dari kehidupan modern. Ada empat dimensi rasonalitas formal yaitu efisiensi, kemampuan untuk di prediksi (predictability), lebih menekankan pada kuantitas daripada kualitas dan penggantian tekhnologi non manusia untuk tekhnologi manusia. Keempat komponen ini secara sangat tepat dan jelas di praktekan dalam restoran cepat saji atau fast food. Selain restoran cepat saji, Ritzer juga meneliti tentang kartu kredit. Kartu kredit berperan dalam me-McDonal-kan penerimaan dan berbelanja dengan kredit. Menurut Ritzer, keempat komponen rasionalitas formal tadi juga terjadi dalam bisnis kartu kredit. Namun Ritzer menambahkan bahwa kartu kredit dapat menimbulkan dehumanisasi yang berkaitan dengan nonteknologi manusia dan pegawa bank menyerupai robot yang terlibat dalam interaksi dengan nasabah hanya melalui tulisan dikomputernya.

Jadi restoran cepat saji dan kartu kredit dipandang sebagai me-McDonal-kan kehidupan manusia serta merasionalkan secara formal kehidupan manusia.

Alat-alat Konsumsi Baru. Ritzer belakang ini telah membahas munculnya “alat konsumsi” baru. Konsep ini diturunkan dari pandangan Karl Marx mengenai alat-alat produksi. Berdasarkan realitas yang dihadapinya masa-masa awal revolusi industri dan kapitalisme-fokus pada produksi pada umumnya dan alat-alat produksi pada khususnnya. Akan tetapi, ditahun-tahun belakang ini, sepanjang produksi dan konsumsi dapat dipilah dengan tegas, produksi telah tumbuh menjadi kurang penting, sedangkan konsumsi menjadi semakin penting. Dalam masyarakat seperti itu adalah beralasan untuk mengeser fokus kita dari alat-alat produksi kealat-alat konsumsi.

Marx mendefiniskan alat-alat produksi sebagai komoditas yang memiliki sutau bentuk di mana komoditas itu memasuki konsumsi produktif. Alat-alat konsumsi didefiniskian sebagai komoditas yang memiliki suatu bentuk di mana komoditas itu memasuki konsumsi indivuisal dari kelas kapitalis dan pekerja. Marx membedakan kosumsi subsisten dan konsumsi mewah. Di satu sisi adalah alat-alat konsumsi mewah yang hanya memasuki konsumsi kelas kapitalis yaiu dapat dipertukarkan hanya untuk pengeluaran dari nilai surplus.

Alat-alat produksi menepati posisi intermediate antar pekerja dan produk, mereka adalah alat-alat yang memungkinkan produksi komoditas serta control dan eksploitasi atas pekerja. Sebaliknya dalam cara marx menggunakan ide, alat –alat konsumsi bukanlah alat tetapi produk akhir dalam konsumsinya, mereka adalah barang-barang yang dikonsumsi. Dengan kata lain, dalam karya marx tidak ada perbedaan antara barang-barang konsumen dengan apa yang kita sebut disini sebagai alat-alat konsumsi. Ketika marx menggunakan istilah alat-alat konsumsi dia menggunakan dengan cara yang tidak tepat secara logika dan berbeda dengan cara yang dipakai disini. Semua alat-alat konsumsi baru itu adalah modern dalam pengertian bahwa alat-alat itu sebagian besar adalah inovasi baru yang muncul dan berkembang pada paruh akhir abad dua puluh. Alat konsumsi baru adalah bersifat modern dalam pengertiannya yang lebih penting, yakni alat-alat itu sangat rasional atau terMcDonaldisasikan berupa; efisiensi, kalkulabilitas, Prediktabilitas, control melalui teknologi nonmanusia, bukannya teknologi manusia.

5. MODERNITAS DAN HOLOCAUST

Menurut Ritzer paradigma modern rasionalitas formal adalah restoran cepat saji, menurut Bauman paradigma modern adalah Holocaust, penghancuran sistematis orang Yahudi oleh NAZI. Holocaust itu dapat dipandang sebagai paradigma modern rasionalitas birokrasi, ada batas yang jelas dalam pemikiran sosiologi tentang rasionalitas modern dari birokrasi ke Holocaust dan kemanusian ke restoran saji. Prinsip rasionalitas Webber dapat diterapkan terhadap ketiga bidang itu secara bermakna dan bermanfaat. Pelaku holocaust menggunakan birokrasi sebagai salah satu alat utama mereka. Kondisi yang memungkinkan terciptanya holocaust itu terutama system rasional formula, terus ada hingga kini, proses mcdonaldisasi tak hanya menunjukkan lestarinya system rasional formal, tetapi juga menujukkan bahwa system ini berkembang secara dramatis.

Produk Modernitas. Menurut bauman, holocaust adalah produk modernitas dan bukan akibat kerusakan modernitas seperti pandangan kebanyakan orang. Sebagai contoh, holocaust memerlukan penerapa prinsip dasar industrilisasi pada umumnya dan penerapan system pabrik pada khususnya untuk menghancurkan umat manusia.

Apa yang berhasil dilakukan nazi adalah menggabungkan prestasi rasional industri dan birokrasi rasional dan kemanusian menggunakannya dengan tujuan untuk menghancurkan manusia. Tanpa modernitas dan rasionalitas “holocaust tak mungkin terjadi”

Peran Birokrasi. Bauman menyatakan bahwa holocaust bukanlah akibat irasionalitas atau akibat kebiadaban pra-modern, tetapi lebih merupakan produk birokrasi rasional yang modern. Bukanlah orang gila yang menciptakan dan mengelola holocaust itu melainkan birokrat yang sangat rasional dan sangat normal. Bauman tak melihat birokrasi sebagai alat netral yang dapat ditegakkan kesetiap arah, lebih menyerupai dadu. Meski dapat digunakan baik untuk tujuan kekejaman maupun kemanusiaan, birokrasi lebih besar kenumbuhkan dan menyokong proses yang berperikemanusiaan. Birokrasi diprogramkan untuk bertindak optimum dalam arti seperti tak dapat membedakan antara tujuan seorang manusia dan tujuan manusia lainnya atau tujuan yang berperikemanusiaan dan tujuan yang tak berperikemanusiaan.

Memang birokrasi dan para pejabat tidak dapat menciptakan holocaust berdasarkan kemauannya sendiri, masih ada factor lain yang diperlukan, pertama, adanya control mutlak aparatur Negara yang memegang monopoli untuk melakukan tindakan kekejaman terhadap anggota masyarakat lain. Kedua adalah paham antisemitisme. Berdasarkan paham ini orang Yahudi secara sistematis dipisahkan dari masyarakat lainnya dan diprogandakan seolah-olah mereka menghalang-halang Jerman menjadi masyarakat sempurna.

Faktor lainnya adalah bahwa didalam struktur masyarakat modern, seperti birokrasi tidak ada tempat bagi pertimbangan moral.

Holocaust dan McDonaldisasi. Holocaust memiliki seluruh ciri-ciri McDonaldisasi. Holocaust mempunyai garis perakitan dengan deretan panjang gerbong kereta api yang mengangkut Yahudi ke kamp kematian, dengan barisan panjang manusia berjejal di bawah pancuran dan produknya adalah anggota yang harus dibuang dipenghujung proses. Holocaust ini menggunakan teknologi non manusia seperti kekuasaan dan peraturan tentang kamp-konsentrast dan pelaksanan garis perakitan dari jalur, untuk mengontrol para tahanan dan penjaga

Ciri-ciri McDonaldisasi yang paling sesuai dengan holocaust adalah irasionalitas dari rasionalitas, terutama dehumanisasi. Bauman menggunakan gagasan tentang pemisahan untuk menunjukan bahwa korban tak dianggap manusia karena birokrat membuat keputusan mengenai nasib mereka tanpa melalui kontak pribadi dengan mereka. Untuk mencegah holocaust lain dibutuhkan moralitas yang kuat dan kekuatan politik pluralistis. Tetapi mungkin pada suatu masa ada kekuatan tunggal yang mendominasi dan tak banyak hal yang membuat kuat percaya bahwa ada system moral yang cukup kuat untuk mencegah pertemuan pemimpin yang kuat dengan birokrasi.

6. MODERNITAS: PROYEK YANG BELUM SELESAI

Habbermas melihat modernitas sebagai proyek yang belum selesai dalam arti masih banyak yang harus dikerjakan dalam kehidupan modern sebelum kita mulai berpikir mengenai kemungkinan kehidupan post modern. Habbermas menganggap modernitas berbeda dengan dirinya sendiri. Maksudnya adalah rasionalitas yang mencirikan system social berbeda dan bertentangan dengan rasionalitasnya yang menandai kehidupan sehari-hari. System berkembang semakin kompleks, terdiferensiasi, terintegrasi dan ditandai oleh pertimbangan instrumental. Kehidupan dunia juga telah menyaksikan peningkatan deferiansi dan kondensi, sekularisasi dan institusionalisasi norma refleksif dan kritik. Masyarakat rasional akan menjadi sebuah masyarakat di mana system dan kehidupan dunia mungkin akan menjadi rasional menurut caranya sendiri, mengikuti logikanya sendiri. Rasionalisasi system dan kehidupan dunia dapat menimbulkan kemakmuran dan pengendalian terhadap lingkungannya sebagai system rasional dan sistem kebenaran, kebijakan dan keindahan yang berasal dari kehidupan dunia yang rasional. Akibatnya adalah bahwa meski kita menikmati buah sistem rasionalisasi kita rampas dari kekayaan kehidupan yang berasal dari kehidupan dunia yang mungkin berkembang, gerakan sosial yang telah musnah di perbatasan antar kehidupan dunia dan system dalam beberapa dekade terakhir yang bersumber dari upaya menentang penjajahan dan pemiskinan kehidupan dunia.

Salah satu masalah yang dibahas Habbermas adalah makin bertambahnya masalah yang digapai oleh negara kesejahteraan sosial yang birokratis dan modern. Menurut Habbermas masalah yang dihadapi takkan terselesaikan dengan cara seperti itu. Masalah tersebut harus diselesaikan dalam rangka hubungan antara sistem terhadap kehidupan dunia, pertama, rintangan pengendali harus digunakan untuk mengurangi pengaruh sistem terhadap kehidupan dunia, kedua sensor harus dibangun untuk meningkatkan pengaruh kehidupan dunia terhadap sistem. Habermas menyimpulkan bahwa masalah kontemporer tak dapat diselesaikan dengan system pembelajaran untuk berfungsi secara lebih baik.

Habbermas Versus Post Modernis. Habermas pun mengkritik pemikir post modernisme. Habermas jelas tak setuju mengorbankan pencerahan modernitas. Ia lebih memilih untuk memusatkan perhatian pada kesalahan pemikiran orang yang menolak modernitas salah satu kesalahan terpenting adalah keinginan mereka untuk mengorbankan ilmu, terutama ilmu tentang kehidupan dunia.

Holub telah menyajikan rangkuman kritik terpenting Habermas terhadap pemikir post modernis, pertama, pemikir pots modernist kurang tegas menangani akankah mereka menciptankan teori yang serius atau kesustraan. Bila kita menganggap mereka menciptakan teori yang serius maka mereka menjadi tak dapat dipahami karena penolakan mereka terlibat dalam vocabularies yang terbangun secara institusional, kedua Habermas merasa bahwa pemikir post modern dijiwai oleh sentiment normatif, ketiga Haberman menuduh post modernisme sebagai prespektif yang membedakan fenomena dan praktik yang terjadi dalam masyarakat modren. Keempat, pemikir post modern dituduh mengabaikan praktik kehidupan dunia, yang justru menjadi sasaran perhatian mutlak Habermas.

7. INFORMASIONALISME DAN MASYARAKAT JARINGAN

Salah satu kontribusi untuk teori sosiologi modern adalah sebuah trilogi yang di tulis oleh Manuel Castells mengartikulasikan pandangan yang bertentangan dengan teori post moderen yang dianggap senang merayakan akhir dari sejarah dan sampai tingkat tertentu, akhir nalar dan melemahkan kapasitas kita untuk memahami dan mengerti

Castells memeriksa kemunculan masyarakat, kultur dan ekonomi baru dari sudut pandang revolusi teknologi informasi yang juga muncul adalah masyarakat informasional dimana keduanya didasarkan pada informasionalisme (sebuah mode perkembangan dimana sumber utama produktifitas adalah kapasitas kualitatif untnuk mengoptimalkan kombinasi dan penggunaan faktor-faktor produksi berbasis pengetahuan dan informasi)

Analisis Castells adalah paradigma teknologi informasi dengan 5 karakteristik dasar; 1. teknologi yang raksi berdasarkan informasi, 2. informasi adalah bagian dari aktifitas manusia, teknologi ini mempunyai efek perpasif, 3. semua system yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh logika jaringan yang membuatnya bisa mempengaruhi berbagai proses dan organisasi, 4. teknologi baru bersifat fleksibel membuatnya bisa beradaptasi dan berubah secara konstan, 5. teknologi spesifik yang di asosiasikan dan informasi terpandu dengan sistem yang terintegrasi.

Castells mengatakan bahwa bentuk organisasi baru telah muncul sebagai karakteristik dari ekonomi global atau informasional yakni perusahaan jaringan yang didefinisikan sebagai bentuk perusahaan spesifik yang system alatnya terdiri dari interseksi dari sekmen system tujuan otonom. Perusahaan jaringan adalah perwujudan dari kultur ekonomi informasional global dan ia memungkinkan terjadi tansformasi tanda-tanda komoditas melalui proses pengetahuan akibatnya sifat dari pekerjaan di transformasikan, meski sifat sesungguh system tansformasi ini berbeda dari satu bangsa dengan bangsa yang lain. Custtells mengatakan bahwa fungsi dalam proses dominant dalam abad informasi semakin tertata di seputar jaringan yang didefinisikan sebagai perangkat node yang saling terhubung. Menurut Custells, negara semakin tak berdaya di era globalisasi ekonomi ini dan semakin tergantung kepada pasar capital global.

Berdasarkan orientasi kritisnya, khususnya kepada kapitalisme informasional dan ancamannya terhadap diri, identitas, kesejahteraan, dan ekslusinya terhadap sebagian besar belahan dunia, Castells menyimpulkan bahwa ketika kapitalisme dan ancamannya terwujud maka ekonomi kita masyarakat dan kebudayaan kita akan membatasi kreatifitas kolektif, mengambil alih hasil teknologi indormasu, dan membelokkan energi kita kearah penghancuran diri sendiri. Akan tetapi hal itu tak mesti terjadi karena tak ada yang tak dapat diubah oleh tindakan sosial yang sadar dan bertujuan.

Castells menawarkan analisis sosiologi pertama tentang dunia semakin computerized. Ada dua kelemahan utama, pertama dalam studi empiris dan Castells berusaha keras menghindari pengunaan sederatan sumber teoritis yang bisa memperkaya karyanya. Kedua dia terjebak dalam perspektif produktivitas dan gagal untuk menangani implikasi dari analisisnya terhadap konsumsi.

8. TEORI GLOBALISASI

Teori globalisasi juga muncul sebagai akibat dari serangkain perkembangan internal teori sosial, khususnya reaksi terhadap prespektif seperti teori modernisasi. Diantara karakteristik dari teori ini adalah bias Westren-nya disesuaikan dengan perkembangan di barat dan bahwa ide di luar dunia barat tak punya pilihan kecuali menyesuiakan ide dengan ide barat.

Globalisasi data dianalisi secara kultural ekonomi, polemik dan atau institusioanl. Dalam masing-masing kasus, perbedaan kuncinya adalah apakah seseorang melihat homogenitas atau heterogenitas. Pada titik ekstrem, globalisasi kultur dapat dilihat sebagai ekspansi transnasional dari kode dan praktik (homogenitas) atau sebagai proses di mana banyak input kultul; l. local dan global saling berinteraksi untuk menciptakan semacam perpaduan yang menorah ke pencangkokan kultur (heterogenitas). Teoritis yang memfokuskan pada faktor-faktor ekonomi cenderung menekankan arti penting dan efeknya yang bersifat homogenizing terhadap dunia. Mereka umumnya melihat globalisasi sebagai penyebaran ekonomi pasar ke seluruh kawasan dunia yang berbeda-beda.

Perspektif Neo-Marxian Kellner tentang Globalisasi. Kellner menfokuskan pada realitas kapitalisme sekarang dimana teknologi memegang peranan yang semakin penting, kellner mengalihkan perhatiannya kepada globalisasi dari perspektif ini dan yang lebih umum, beralih orientasi neo Marxian yang kritis, kunci untuk memahami globalisasi adalah menyusun teori tentangnya sebagai produk dari revolusi teknologi sekaligus restruktuisai global kapitalisme. Perspektif dialektis juga menjelaskan bahwa ada ciri-ciri progresif dan emansipatoris dari globalisasi dan kita harus mempertimbangkan keduanya. Perbedaan kuncinya dari perspektif dialektis, adalah perbedaan antara globalisasi yang dipaksakan dari atas dan globallisasi yang muncul dari bawah. Yang merupakan hal penting buat Kellner, dan refleksi dari prespektif dialektisnya, adalah pemikirannya tentang internet. Teknologi baru ini dipakai dengan berbagai macam cara untuk mempromosikan globalisasi kapitalis. Akan tetapi intentiv juga dipakai untuk memobilisasi orang-orang yang menentang globalisasi.

Giddens tentang “Runaway World” dan Globalisasi. Pandangan Giddens tentang globalisasi jelas terkait erat dan tumpang tindih dengan pemikirannya tentang juggernaut modernitas. Globalisasi juga mengandung dampak besar terhadap isu-isu yang merupakan perhatian utama giddens dan isu-isu yang telah didiskusikan seperti keintiman dan aspek lain dari kehidupan sehari-hari. Dan Giddens melihat keterkaitan erat antara globalisasi dan risiko, khususnya munculnya apa yang dia namakan manufactured risk. Dia juga mengakui bahwa globalisasi adalah proses dua arah dengan amerika dan barat sebagai kawasan yang paling banyak terkena pengaruhnya. Lebih jauh dia mengatakan, globalisasi menjadi semakin decentred, dengan bangsa-bangsa di luar barat memainknan peran yang semakin besar didalamnya. Dia juga mengakui bahwa globalisasi melemahkan kultur local sekaligus membangkitkan kembali. Dia mengatakan bahwa globalisasi menyelinap kesamping menghasilkan area baru yang mungkin melintasi bangas-bangsa. Perbenturan utama yang terjadi ditingkat global dewasa ini adalah antara fundamental dengan kosmopolitanisme, pada akhirnya Giddens melihat munculnya masyarakat cosmopolitan global. Tetapi bahkan kekuatan utama yang menentangnya tradisionlisme merupakan produk dari globalisme. Fundamentalis dapat mengambil bermacan-macam bentuk, agama etnis, nasionalis, politik tetapi apapun bentuknya menurut Giddens bahwa benar untiuk menganggap fundamentalisme sebagai sebuah problem. Fundamentalisme dekat kemungkinan kekerasan dan fundamentalisme adalah lawan dari nilai-nilai cosmopolitan.

Beck dan Politik Globalisasi. Globalisme adalah pandangan bahwa dunia didominasi oleh perekonomian dan kita menyaksikann munculnya hegemoni pasar dunia kapitalis dan ideologi neoliberalis yang menopangnya, menurut beck, ini melibatkan pemikiran line dan monokausal. Multi dimensionalitas dari perkembangan global, ekologi, politik kultur, dan masyarakt sipil. Sementara beck mengkritik globalisme, dia melihat bnayak kebaikan dalam ide globalitas dimana ruang-ruang tertutup, khususnya yang diasosiasikan dengan bangsa, semakin ilusif. Ruang-ruang itu menjadi ilusif karena globalisasi atau proses-proses melaluinya negara yang berdaulat dimasuki dan dilemahkan oleh actor-aktor transnasional, dengan berbagai macam prospek kekuasaan , orientasi, identitas dan jaringan. Globalitas adalah proses baru setidaknya karena tiga alasan. Pertama, pengaruhnya atas ruang geografis jauh lebih ekstensif. Kedua pengaruhnya atas waktu jauh lebih stabil dan terus berlanjur dari waktu ke waktu, ketiga ada densitas yang lebih besar untuk jaringan transnasional, hubungan dan arus pekerjaan jaringan. Beck juga mendaftar sejumlah hal lainnya yang mencolok yang berkaitan dengan globalitas ketika membandingkannya dengan manifestasi lain dari transnasional. Ini membuat Beck memperbaiki yang terdahulu tentang modernitas dan menyatakan globalitas, bersama dengan ketidakmampuan untuk membalikannya, diasosiasikan dengan apa yang dia sebut sebagai second modernity.

Bauman tentang Konsekwensi Globalisasi. Bauman melihat globalisasi dari segi perang ruang. Pemenang dari perang ruang ini adalah mereka yang mobile, mampu untuk bergerak secara bebas keseluruh dunia dan dalamproses untuk menciptakan makna bagi diri mereka sendiri. Mereka dapat mengambang relative bebas di atas ruang dan ketika mereka harus mendarat diatas tempat, mereka mengisolasikan diri mereka dalam ruang yang tertutup dan terjaga di mana mereka aman dari ganguan orang-orang yang kalah dalam peperangan ruang tersebut.

Akan tetapi adalah penting untuk membedakan di antara orang-orang yang setidaknya memiliki mobilitas, contoh turis adalah mereka yang bergerak karena mereka menginginkan. Kemanusian para pengembara yang berefek karena merasa lingkunganya tak tertahan dan tak bersahabat karena sejumlah alasan..

Bauman menempatkan perbedaan ini dalam konteks perjanjian utama kita apa yang sekarang diklaim sebagai globalisasi disesuaikan dengan mimpi-mimpi dan keinginan turis, akan tetapi sebagian besar orang berada di antara dua titik ekstrem ini dan merasa tidak sebagai besar orang berbeda diantara dua titik esktrem ini dan merasa tidak berasal. Pada saat itu bahkan pasti bahwa mereka akan bisa melihat cahaya esok hari. Jadi globalisasi berarti kegelisahan bagi semua orang.

Ritzer tentang “Globalization of Nothing”. Sesuatu bukan akibat dari sesuatu yang lain, tetapi cenderung bervariasi bersama-sama. Jadi globalisasi cenderung menyebarkan nothing ke seluruh dunia. yang nothing oleh Ritzer adalah bentuk yang dibayang dan di control secara sentral yang kosong dari isi yang distintif dan semua sebagian besar kosong dari distintif dan sedang mengglobal. Ke empat tipe itu adalah non-place, nothing, non-people, non-service jadi argument dasarnya adalah bahwa globalisasi membawa penyebaran nothingness ke seluruh dunia.

“Landscape” Appadurai. Dalam bukunya “Modernity at Large: Cultual Dimensional of Globalization” Appadurai mengemukakan tentang lima inti pemikirannya yang menjadi lima arus global yaitu; Ethnoscapes adalah kelompok atau aktor yang mobile, yang memainkan peranan penting dalam duni ayang kita tinggal. Technoscapes adalah konfigurasi global dari tekhnologi dan fakta bahwa baik teknologi tinggi maupun rendah, baik yang mekanistis maupun informasional kini bergerak dalam kecepatan tinggi melintasi berbagai batasan yang dulu ada. Financescapes adalah proses yang dengannya pasar, bursa saham nasional dan spekulasi komoditas menggerakan megamonies melalui batas-batas nasional dengan kecepatan tinggi. Mediascapes yang terlibat distribusi kapabilitas elektronik untuk menghasilkan dan menyebarkan informasi yang tersedia bagi kepentingan public dan swasta yang semakin banyak. Ideoscapes serangkaian imaji tetapi bersifat politis dan berhubungan langsung dengan ideology negara dan kontra ideology dari gerakan-gerakan yang secara explicit berorientasi untuk merebut kekuasaan negara atau sebagian dari kekuasaan itu.

Penutup.

Demikian hasil studi dan rringkasan tentang Teori Modernitas Kontemporer. Harus diakui bahwa tidak semua hal yang dibaca dan ditulis dalam ringkasan ini dapat dimengerti dengan baik. Oleh karena itu arahan dan katerangan dari dosen dalam rangka peningkatan pemahaman yan lebih komprehensif sangat diharapkan. Kesadaran bahwa ringkasan ini jauh dari kesempurnaan membuat saya siap menerima saran dan masukand dari pembaca sekalian.

@@@@@@@@@



Tidak ada komentar:

Posting Komentar