Jalan Panjang Ziarah Hidup

Jalan Panjang Ziarah Hidup

Sabtu, 17 April 2010

Konsep Fundamental Dalam Studi Perubahan Sosial

Pengantar.

Tulisan ini merupakan rangkuman dari bab pertama buku Sosiologi Perubahan Sosial, yang ditulis oleh Piotr Sztompka. Secara umum isi bab pertama ini mendeskripsikan tentang dasar dan konsep-konsep penting yang mendasar atau fundamental tentang studi perubahan social. Berikut laporan atau rangkuman dari bab pertama tersebut.

· Beberapa Teori Tentang Perubahan Sosial

1. Pendekatan Klasik tentang Perubahan Sosial.

Berbicara mengenai pandangan tokoh-tokoh klasik, tidak dapat dipisahkan dari orang-orang atau tokoh-tokoh tertentu, antara lain Auguste Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903). Bapa sosiologi, Comte, mengungkapkan pandangannya mengenai perubahan social dengan dengan membaginya menjadi dua bagian terpisah yakni Statika Sosial dan dinamika Sosial. Statika social mempelajari anatomi masyarakat yang terdiri dari bagian-bagian dan susunaya seperti mempelajari anatomi tubuh manusia yang terdiri dari organ, keragka dan jaringaan. Dinamikan social memusatkan perhatian pada aspek psikologi yakni proses yang berlangsung dalam masyarakat seperti berfungsinya tubuh (pernafasan, sirkulasi darah) dan menciptakan hasil akhir berupa perkembangan masyarakat yang dianalogikan dengan pertumbuhan organic (dari embrio ke kedewasaan). Implikasinya adalah masyarakat dibayangkan dalam keadaan tetap yang dapat dinalisis sebelum terjadi atau terlepas dari perubahan social.

Berdasarkan perbedaan yang dibuat oleh Comte, Spencer menganalogikan masyarakat dengan organism biologis. Jadi terminologinya saja yang dirubah. Spencer membedakan antara struktur dan fungsi. Struktur menandai susunan internal yakni bahwa masyarakat merupakan satu kesatuan. Sedangkan fungsi menandai cara beroperasi atau perubahannya. Konsekwensinya adalah masyarakat dibayangkan sebagai kesatuan yang utuh atau obyek yang terlepas dari opeasinya. Dengan kata lain, kemungkinan untuk memisahkan struktur dan fungsi makin diperkuat.

2. Teori Sistem Talcol Parson (1902-1979)

Parson dalam teori system mengatakan bahwa perubahan social adalah perubahan dalam atau mencakup suatu sistem social dalam jangka waktu tertentu. Sistem dianalogikan oleh Parson merupakan suatu kesatuan yang kompleks yang terdiri dari pola-pola hubungan yang mirip dengan suatu organisme karena organism merupakan contoh seuah system. Oleh Parson system ini diterapkan pada manusia dengan berbagai tingkat kompleksitasnya baik pada tingkat makro (masyarakat dunia), tingkat menengah atau mezo (nation-state, regional), dan tingkat mikro (komunitas local, perusahaan atau keluarga). Begitu pula segmen tertentu dalam masyarakat seperti aspek ekonomi, politik dan budaya dapat disebut pula sebagai suatu system.

Jadi menurut Parson, berbicara tentang perubahan, berarti berbicara tentang sesuatu perubahan yang terjadi dalam jangka waktu tertentu, ada perbedaan yang diamati, antara keadaan sebelum dan sesudah waktu tertentu. Jadi ada tiga gagasan utama yakni; perbedaan, pada waktu yang berbeda dan dalam keadaan system social yang sama. Perubahan social dalam konteks teori system menurut Parson dapat terjadi pada

· Perubahan komposisi (misalnya migrasi, pengurangan penduuk karena kelaparan, bubarnya suatu masyarakat/kelompok).

· Perubahan struktur (misalnya munculnya ikatan-ikatan, kerja sama, kristalisasi kekuatan).

· Perubahan fungsi (misalnya spesialisasi dan diferensiasi pekerjaan, hancurya peran keluarga)

· Perubahan batas (misalnya penggabungan beberapa kelompok, penaklukan)

· Perubahan hubungan subsistem (misalnya penguasaan rezim politik, pengendalian keluarga dan kehidupan privat oleh pemerintah totaliter)

· Perubahan lingkungan (misalnya kerusakan ekologi, gempa bumi).

3. Teori Alternatif; Dinamika Kehidupan Sosial (Alfred Whitehead)

Dalam perkembangannya validitas teori system organic serta dikotomi statika social dan dinamika social mulai diragukan. Ada dua alasan yang menonjol dari keraguan ini. Pertama, penekanan ada kualitas realitas social yang dapat menyebar ke segala arah yakni membayangkan masyarakat dalam keadaan bergerak/berproses. Kedua, tidak memperlakukan masyarakat (kelompok. Organisasi) sebagai sebuah obyek dari realitas social. Alfred Whitehead menyebut bahwa “perubahan merupakan sifat dari sesuatu”. Konsekwensinya masyarakat tidak dapat dibayangkan sebagai keadaan tetap, tetapi sebagai proses; bukan sebagai obyek semu yang kaku tetapi sebagai aliran peristiwa terus menerus tiada henti. Dikatakan bahwa masyarakat (kelompok, komunitas, organisasi, bangsa, negara) hanya dapat dikatakan ada sejauh dan selama terjadi sesuatu didalamnya, ada tindakan tertentu yang dilakukan, ada perubahan tertentu dan ada proses tertentu yang senantiasa bekerja. Secara ontologism, dapat dikatakan bahwa masyarakat tak berada dalam keadaan tetap melainkan terus berubah dengan derajat kecepatan, intensitas, irama dan tempo yang berbeda. Karena kehidupan adalah gerakan dan perubahan, maka bila berhenti maka tak ada lagi kehidupan melainkan merupakan suatu keadaan yang sama sekali berbeda yang disebut ketiadaan atau kematian.

Konsekwensinya adalah, masyarakat tidak lagi dipandang sebagai sebuah system yang kaku atau “keras” melainkan sebagai suatu suatu pola hubungan yang “lunak”. Dalam arti inilah realitas social yang merupakan realitas hubungan antar individu, segala hal yang ada diantara hubungan antar manusia, jaringan ikatan, ketergantungan, pertukaran dan kesetiakawanan dapat dimengerti. Dengan kata lain, realitas social adalah adalah jaringan social yang yang mengikat orang menjadi suatu kehidupan bersama. Jarigan social ini terus menerus berubah mengembang dan mengerut (misalnya kentika individu bergabung atau meninggalkan, menguat atau melemah (ketika dari berkenalan menjadi bersahabat), bersatu dan terpecah dll. Yang terjadi adalah suatu proses yang terjadi terus menerus-menerus. Jadi sebenarnya yang dinamakan masyarakat adalah suatu pembentukan terus menerus ketimbang bentuk yang final, lebih merupakan suatu “strukturalisasi” menurut Giddens ketimbang suatu suatu struktur yang mantap, merupakan suatu pembentukan ketimbang bentuk yang final.

· Tipologi Proses Perubahan Sosial

Untuk dapat memahami masalah perubahan social yang kompleks, diperlukan tipologi proses social. Tipologi ini dapat dibedakan atas 4 kriteria utama yakni (1). Bentuk proses perubahan social yang terjadi; (2). Hasilnya; (3). Kesadaran tentang proses perubahan social didalam kalangan anggota masyarakat yang bersangkutan; (4). Kekuatan yang menggerakan proses perubahan social. Selain keempat tipologi diatas, ada dua hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses social adalah tingkat realitas social di tempat proses social itu terjadi dan jangka waktu berlangsungnya proses social.

· Bentuk Proses Sosial

Umumnya proses perubahan social adalah proses yang mengarah atau purposive. Proses yang mengarah atau purposive ini adalah proses yang tidak dapat dirubah dan bersifat kumulatif. Setiap tahap yang berurutan berbeda dari tahap sebelumnya dan merupakan pengaruh gabungan dari tahap sebelumnya. Masing-masing tahap sebelumnya menyediakan syarat untuk tahap selanjutnya. Proses perubahan social ini bisa bertahap dan meningkat sehingga disebut linear. Apabila proses itu mengikuti sasaran tunggal atau melewati rentetan tahap serupa disebut “unilinear”, namun jika mengikuti sejumlah jalan alternatf, melompati beberapa tahap, menggantikan tahap lain atau menambahnya dengan tahap lain yang tidak biasa maka disebut “multilinear”.

Lawan dari proses ini adalah proses yang tak mengarah (berubah-ubah). Proses ini terdiri dari dua jenis: pertama: yang murni acak, kacau tanpa pola yang terlihat, kedua, proses yang mengalun mengikuti pola perulangan yang terlihat atau bahkan hanya mengulangi tahap yang sebelumnya.

· Hasil Akhir Proses Sosial

Persoalan berikutnya adalah mengenai hasil proses social. Jawabannya; proses social biasanya menghasilkan keadaan atau struktur social yang sama sekali baru. Proses social biasanya menghasilkan perubahan mendasar. Buckley (1967), menggunakan istilah morphogenesis. Menurutnya hasilnya dapat ditemukan dalam semua prestasi peradaban yang ditandai dengan terciptanya kelompok, asosiasi, organisasi dan partai politik baru, tersebarnya gaya hidup baru,berkembangnya temuan tekhnologi dslb.

Proses morphogenesis ini berbeda dengan proses social yang hanya menghasilkan perubahan yang kurang radikal dan tanpa perubahan yang mendasar. Proses ini disebut reproduksi sederhana. Proses ini bahkan ada yang tidak menghasilkan perubahan sama sekali. Seringkali hanya berupa perombakan ulang atau pembentukan ulang tatanan social yang sudah ada. Proses ini sifatnya hanya menyesuaikan, menyeimbangkan atau melestarikan, menghasilkan penerimaan kondisi yang sudah ada, mempertahankan status quo serta menjaga kelangsungan hidup masyarakat dalam bentuk yang sama sekali tidak berubah.

Keadaan seperti inilah yang menjadi sasaran perhatian penganut teori structural-fungsional. Mereka selalu memusatkan perhatian pada persyaratan tercipta dan terpeliharanya stabilitas, keteraturan, keselarasan consensus dan keseimbangan (Parsons, 1964).

· Proses Dalam Kesadaran Sosial

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam semua perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah kesadaran mengenai perubahan dari pihak yang terlibat dalam proses, terutama kesadaran mengenai yang ditimbulkan oleh proses social tersebut. Ada tiga jenis proses dalam kesadaran social ini. Pertama, proses yang kentara (manifest). Proses ini adalah proses yang disadari, diduga dan diharapkan, misalnya perubahan UU Lalu lintas untuk mengurangi kecelakaan. Kedua, proses laten. Proses ini mungkin tidak disadari, tak diduga dan tak diharapkan. Menurut Merton, laten-nya terletak pada proses itu sendiri dan hasilnya mengagetkan dan tergantung pada penerimaan atau penolakannya, misalnya sejak lama orang tak menyadari kerusakan lingkungan akibat industrialisasi. Yang disebut kesadaran lingkungan adalah fenomena yang relative baru. Ketiga, proses bumerang. Dalam proses ini, orang mungkin menyadari proses social yang terjadi, dapat menduga arahnya dan mengharapkan dampak khususnya, namun semua dugaan ternyata keliru sama sekali. Proses social yang terjadi justru berlawanan dengan harapan mereka dan menimbulkan hal yang sama sekali berlawanan dengan harapan mereka dan menimbulkan hasil yang sama sekali berlainan atau berlawanan. Misalnya, provokasi atau propaganda justru memperkuat sikap orang yang diserangnya dengan memobilisasi pertahanan dan menimbulkan reaksi negative atas propaganda tersebut.

· Tingkatan Proses Sosial

Proses perubahan social terjadi atas tiga tingkatan realitas social yakni: makro, mezzo dan mikro. Proses makro terjadi pada tingkat yang paling luas yakni ditingkat masyarakat global, bangsa atau kawasan. Rentang waktunya lama atau jangka panjang, misalnya proses globalisasi, resesi dunia, kerusakan lingkungan (ozon misalnya), demokratisasi system politik, kemajuan pendidikan dll, (bdk: kuliah SMK).

Proses mezzo mencakup kelompok besar seperti komunitas, asosiasi, partai politik, angkatan bersenjata dan birokrasi. Sedangkan proses mikro terjadi dalam kehidupan sehari-hari individu, kelompok kecil seperti keluarga, sekolah lingkungan kerja atau pertemanan.

Penutup

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan ini adalah proses perubahan social terjadi pada setiap aspek kehidupan manusia dalam berbagai tingkatan dan rentang waktu. Rentang waktu dalam suatu proses social banyak jenisnya, mulai dari yang berlangsung dalam jangka waktu sangat pendek, cepat dan sesaat hingga yang memerlukan jangka berabad-abad bahkan ribuan tahun. Demikian pembahasan saya, semoga bermanfaat.

Referensi

Sztompka Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial: Terj. Alimandan, Jakarta, Prenada Media Group: 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar